BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kesehatan mental, sebagai disiplin
ilmu yang merupakan bagian dari psikologi agama, terus berkembang dengan pesat.
Hal ini tidak terlepas dari kondisi masyarakat yang membutuhkan jawaban atas
berbagai permasalahan yang melingkupinya. Kemudahan yang didapat dari kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta industri belum mampu memenuhi kebutuhan
ruhani, malah memunculkan permasalahan-permasalahan baru, seperti kecemasan
akibat dari kemewahan hidup yang diraihnya. Dampak lain adalah mereduksinya
integritas kemanusiaan, yang akhirnya membawa manusia terperangkap dalam jaringan
sistem rasionalitas teknologi yang tidak manusiawi.
Pada bagian lain, berbagai persoalan
hidup yang melanda bangsa Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan krisis
yang menyusup dalam berbagai kehidupan, baik politik, sosial, ekonomi, maupun
budaya, serta berbagai kerusuhan etnis berbagai pelosok negeri, semakin
menambah persoalan dalam kesahatan mental. Adanya asumsi bahwa 2 % bangsa
Indonesia terganggu jiwanya dapat dijadikan sebagai dasar persoalan kesehatan
mental semakin membtuhkan perhatian yang serius. Untuk mengetahui kesehatan
mental secara mendalam akan dibahas pada bab selanjutnya.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa
pengertian kesehatan mental?
2.
Apa
saja prinsip-prinsip kesehatan mental?
3.
Apa
kedudukan dan peran dari kesehatan mental?
C.
Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah untuk mengetahui konsep kesehatan mental secara mendalam yang meliputi
pengertian, prinsip-prinsip serta peran dan kedudukan dari kesehatan mental.
BAB II
KESEHATAN MENTAL
A.
Pengertian
Kesehatan Mental
Pengertian kesehatan mental mengalami perkembangan sebagai berikut:
1.
Kesehatan
mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis
dan psikosis)[1].
Pengertian ini
masih terlihat sempit dan terbatas, karena yang dimaksud dengan orang yang
sehat mentalnya adalah mereka yang tidak terganggu dan berpenyakit jiwanya.
Namun demikian, pengertian pertama ini banyak mendapat sambutan dari kalangan
psikiatri.
Kembali pada
istilah neurosis, pada awalnya kata tersebut berarti ketidak beresan dalam
susunan syaraf. Namun, setelah para ahli penyakit dan ahli psikologi menyadari
bahwa ketidak beresan tingkah laku tersebut tidak hanya disebabkan oleh ketidak
beresan susunan syaraf, tapi juga dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap
dirinya sendiri dan terhadap orang lain, maka aspek mental (psikologi)
dimasukkan pula dalam istilah tersebut.
2.
Kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan
masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup. Pengertian ini lebih luas dan
umum, karena telah dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Dengan
kemampuan penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan
kebahagiaan hidup.
3.
Terwujudnya
keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsu jiwa serta mempunyai
kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi, serta terhindar dari
kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
4.
Pengetahuan
dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi,
bakat dan pembawaan semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan
orang lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
Dari pengertian
di atas dapat diambil suatu batasan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah
orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, mampu menyesuaiakn diri,
sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias,
adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan
berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
Batasan
pengertian tersebut di atas belum termasuk di dalamnya unsur agama, sehingga
Zakiah Darajat menambahkan, harus berlandaskan keimanan dan ketakwaan serta
bertujuan untuk mencapai hidup bermakna, bahagia di dunia dan akhirat.
Dari keterangan
di atas, memunculkan empat pola wawasan dengan orientasi masing-masing,
demikian konklusi yang diambil oleh Hanna Djumhana Bastaman menanggapi
pengertian kesehatan mental di atas. Pola wawasan tersebut adalah:
1.
Pola
wawasan berorientasi pada simtomatis.
2.
Pola
wawasan berorientasi pada penyesuain diri.
3.
Pola
wawasan berorientasi pada pengembangan potensi.
4.
Pola
wawasan berorientasi pada agama (keruhanian).
Masih dalam
pembahasan yang sama, organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 1959
memberikan batasan mental yang sehat adalah sebagai berikut:
1.
Dapat
menyesuaiakn diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu
bururk baginya.
2.
Memperoleh
kepuasan diri hasil jerih payah usahnya.
3.
Merasa
lebih puas memberi dari pada menerima.
4.
Secara
relatif bebas dari rasa tegang dan cemas.
5.
Berhubungan
dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan.
6.
Menerima
kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran di kemudian hari.
7.
Menjuruskan
rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
8.
Mempunyai
rasa kasih sayang yang besar.
Kriteria
batasan sehat yang dikemukakan oleh WHO sebagaimana tersebut di atas, pada
tahun 1984 disempurnakan dengan menambahkan satu elemen spiritual (agama). Oleh
karena itu, yang dimaksud dengan sehat adalah bukan sehat dari segi fisik,
psikologik, dan sosial saja, akan tetapi juga sehat dalam arti spiritual/agama.
B.
Prinsip-prinsip
Kesehatan Mental
Yang dimaksud
dengan prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar yang harus ditegakkan
orang dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik serta
terhindar dari gangguan kejiwaan. Prinsip-prinsip tersebut adalah[2]:
1.
Gambaran
dan sikap yang baik terhadap diri sendiri.
Prinsip ini
biasa diistilahkan dengan self image. Prinsip ini antara lain dapat
dicapai dengan penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan pada diri
sendiri. Self image yang juga disebut dengan citra diri merupakan salah
satu unsur penting dalam pengembangan pribadi. Citra diri positif akan mewarnai
pola hidup, sikap, cara pikir dan corak penghayatan, serta ragam perbuatan yang
positif pula. Carl Rogers mengemukakan dua ragam citra diri.
a.
Citra
diri aktual (the actualized self image)
Citra ini
merupakan gambaran seseorang mengenai dirinya pada saat sekarang.
b.
Citra
diri ideal (the idealized self image)
Gambaran
seseorang mengenai dirinya seperti yang diidam-idamkan.
Citra diri ini
dapat dikatakan sebagai sumber motivasi dari seluruh perbuatan manusia.
2.
Keterpaduan
antara integrasi diri
Yang dimaksud
keterpaduan disini adalah adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa
dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah) dalam hidup dan kesanggupan mengatasi
stres. Dalam bahasa lain orang yang memiliki kesatuan pandangan hidup adalah
adalah orang yang memperoleh makna dan tujuan dalam hidupnya. Sedangkan orang
yang mampu mengatasi stres berarti orang yang sanggup memenuhi kebutuhannya,
dan apabila menemui hambatan ia dapat mengadakan suatu inovasi dalam memenuhi
kebutuhannya.
3.
Perwujudan
diri (aktualisasi diri)
Merupakan
proses pematangan diri. Menurut Reiff, orang yang sehat mentalnya adalah orang
yang mampu mengaktualisasikan diri atau mampu mewujudkan potensi yang
dimilikinya, serta memenuhi kebutuhan-kebuthannya dengan cara yang baik dan
memuaskan.
4.
Berkemampuan menerima orang lain, melakukan
aktivitas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal.
Kecakapan dalam hidupnya merupakan dasar bagi kesehatan mental yang baik. Untuk
mendapatkan penyesuaian diri yang sukses dalam kehidupan, minimal orang harus
memiliki pengetahuan dan keterampilan, mempunyai hubungan yang erat dengan
orang yang mempunyai otoritas dan mempunyai hubungan yang erta dengan
teman-teman.
5.
Berminat
dalam tugas dan pekerjaan
Orang yang
menyukai terhadap pekerjaan walaupun berat maka akan cepat selesai dari pada
pekerjaan yang ringan tetapi tidak diminatinya.
6.
Agama,
cita-cita dan falsafah hidup. Untuk pembinaan dan pengembangan kesehatan mental
orang membutuhkan agama, seperangkat cita-cita yang konsisten dan pandangan
hidup yang kokoh.
7.
Pengawasan
diri
Mengadakan pengawasan
terhadap hawa nafsu atau dorongan dan keinginan serta kebutuhan oleh akal
pikiran merupakan hal pokok dari kehidupan orang dewasa yang bermental sehat
dan berkepribadian normal, karena dengan pengawasan tersebut orang mampu
membimbing segala tingkah lakunya.
8.
Rasa
benar dan tanggung jawab
Rasa benar dan
tanggung jawab penting bagi tingkah laku, karena setiap individu ingin bebas
dari rasa dosa, salah dan kecewa. Rasa benar, tanggung jawab dan sukses adalah keinginan setiap orang yang sehat mentalnya.
Rasa benar yang ada dalam diri selalu mengajak orang kepada kebaikan, tanggung
jawab dan rasa sukses, serta membebaskannya dari rasa dosa, salah, dan kecewa.
C.
Kedudukan
dan Peranan Kesehatan Mental
Para ahli
kesehatan mental telah sepakat bahwa kedudukan kesehatan mental dapat
digolongkan menjdi tiga bagian, yaitu:
1.
Kesehatan
mental sebagai kondisi (keadaan).
Kedudukan
kesehatan mental sebagai kondisi (keadaan) mengacu kepada pengertian kesehatan
mental seperti tersebut di atas, seperti terhindar gangguan kejiwaan (neuroses)
dan penyakit kejiwaan (psychoses). Selain itu juga mampu menyesuaikan
diri dengan diri sendiri, orang lain dan dengan masyarakat dimana ia hidup,
mampu mengendalikan diri dalam berbagai masalah serta terwujudnya keserasian
dan keharmonisan antara fungsi-fungsi kejiwaan.
2.
Kesehatan
mental sebagai ilmu pengetahuan
Sebagai cabang
ilmu psikologi, kesehatan mental berarti bertujuan untuk mengembangkan semua
potensi yang ada pada manusia seoptimal mungkin, serta memanfaatkannya sebaik-baiknya
agar terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan.
3.
Kesehatan
mental sebagai terapi
Kesehatan
mental sebagai ilmu jiwa terapan, mengkaji, dan mengembangkan teknik-teknik
konseling dan terapi kejiwaan.
Dalam dunia
Islam kedudukan, fungsi dan peran kesehatan mental tampak lebih jelas lagi.
Maksud dan tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi adalah untuk beribadah
dalam pengertian luas. Ibadah dalam pengertian, kegiatannya mencakup seluruh
aspek kegiatan manusia. Baik yang bersifat i’tiqad, pikiran, amal sosial,
jasmani, ruhani, akhlak, dan keindahan.
Pengertian
ibadah dalam Islam secara luas adalah pengembangan sifat-sifat Allah yang ada
pada manusia untuk menumbuh kembangkan potensi diri yang telah diberikan Allah
kepada manusia berupa potensi-potensi yang terdapat dalam nama-nama Allah yang
agung (al-asma al-husna), seperti potensi ilmu, kuasa, sosial, kekayaan,
pendengaran, penglihatan, dan pemikiran serta potensi-potensi lainnya.
Dengan demikian
maksud dan tujuan ibadah dalam Islam tidak hanya menyangkut hubungan vertikal
atau hablun minAllah, tetapi juga menyangkut hubungan horizontal yang
meliputi hablun min al-annas, hablun min al-nafs, dan hablun min
al-alam. Menurut kesehatan mental, tujuan, dan maksud yang demikian itu
dapat diartikan sebagai pembinaan perasaan dan hubungan baik antara manusia
dengan Allah, sesama manusia, diri sendiri, serta alam semesta sehingga manusia
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
BAB
III
KESIMPULAN
Kesehatan mental adalah orang yang terhindar dari gangguan dan
penyakit jiwa, mampu menyesuaiakn diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan
kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa
bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan
potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin. Ada prinsip-prinsip yang harus
ditegakan ketika seseorang ingin mencapai kesehatan mental, yang dimaksud
dengan prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar yang harus ditegakkan
orang dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik serta
terhindar dari gangguan kejiwaan. Kesehatan mental dalam Islam adalah ibadah
dalam pengerian luas atau pengembangan potensi diri yang dimilki manusia dalam
rangka pengabdian kepada Allah dan agamanya, untuk mendapatkan al-nafs
al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan bahagia). Firman Allah:
$pkçJr'¯»t ߧøÿ¨Z9$# èp¨ZÍ´yJôÜßJø9$# ÇËÐÈ ûÓÉëÅ_ö$# 4n<Î) Å7În/u ZpuÅÊ#u Zp¨ÅÊó£D ÇËÑÈ
Artinya: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan
hati yang puas lagi diridhai-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Ahyadi, Abdul, 2001. Psikologi Agama: Kepribadian Muslim Pancasila, Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Jalaluddin, 1997. Psokologi Agama, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Darajat, Zakiah, 1991. Ilmu jiwa Agama, Jakarta: Bulan
Bintang.
, 1996. Peran Agama dalam
Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
Surunin, 2004. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar