Jumat, 04 Januari 2013

Makalah: Demokrasi Pendidikan di era otonomi daerah


BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A.          Latar Belakang

Pendidikan dalam perspektif demokrasi adalah sebuah komponen yang vital. Dalam membangun demokrasi, tak pelak proses pendidikan yang menjadikan warga negara yang merdeka, berpikir kritis dan sangat familiar dalam praktik-praktik demokrasi. Sejarah mencatat, intelektual-intelektual bangsa yang berpendidikan barat lah yang memegang peranan penting sebagai penggagas gairah kebangsaan dan sekaligus sebagai founding fathers berdirinya republik ini. Namun tak kurang pula, pendidikan yang telah dikenyam pemimpin bangsa, ketika berubah menjadi suatu rejim yang otoriter maka pendidikan yang diberikan oleh pemerintah (penguasa) menuntut penerimaan masyarakat secara paksa (passive acceptance). Masa otonomi daerah ditandai dengan implementasi UU No.22 tahun 1999 yang direvisi dan diganti dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam kedua UU inilah perspektif demokratisasi pendidikan memiliki fondasi dasarnya sebelum diterbitkan peraturan-peraturan (PP) maupun Peraturan daerah (Perda) yang mengatur lebih lanjut tentang pendidikan ini, selain UU Sisdiknas itu sendiri. Untuk mengetahui pendidikan di era otonomi daerah secara jelas, maka akan dibahas pada bab selanjutnya.

 

B.           Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:

1.        Bagaimana kebijakan pendidikan di era otonomi?

2.        Bagaimanakah perjalanan kebijakan pendidikan?

3.        Apa yang dimaksud dengan demokratisasi dan desentralisasi pendidikan

4.        Apa urgensi dari demokratisasi pendidikan?

 

C.           Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui:

1.         Kebijakan pendidikan di era otonomi

2.        Perjalanan kebijakan pendidikan

3.        Demokratisasi dan desentralisasi pendidikan

4.        Urgensi dari demokratisasi pendidikan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

DEMOKRASI PENDIDIKAN DI ERA OTONOMI DAERAH

 

A.          Kebijakan Pendidikan di Era Otonomi
Pendidikan di dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 disebutkan adalah hak dasar kemanusiaan yang harus dapat dinikmati secara layak dan merata oleh setiap masyarakat. Pengertian hak dasar kemanusiaan yang termaktub dalam UU ini merupakan hak asasi yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng semenjak seseorang dilahirkan ke dunia. Hak asasi kemanusiaan ini mengandaikan pemenuhannya hanya bisa dicapai dan terpenuhi dengan perlindungan, penghormatan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Maka Negara sebagai institusi resmi wajib melaksanakannya, memfasilitasi dan meniadakan segala penghalangnya. Untuk itu, pendidikan yang bermutu, semestinya mampu dinikmati oleh semua element masyarakat bangsa Indonesia. Kebijakan pendidikan di Indonesia semestinya mendukung atas terjaminnya hak-hak asasi warganya utamanya dalam hal perolehan pendidikan bermutu khususnya dalam konteks otonomi daerah.
Dalam konteks otonomi daerah, pelimpahan wewenang pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah digagas dan diawali dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 dan disempurnakan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, berisi tentang penyerahan sejumlah wewenang yang semula menjadi urusan pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya pengelolaan Bidang Pendidikan. Pelimpahan wewenang ini diteruskan dengan dikeluarkan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah yang bertujuan memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan system pembiayaan daerah yang adil, trasparan dan bertanggung jawab.
Adanya UU otonomi daerah dan UU perimbangan keuangan pusat-daerah ini semakin membantu dan memberi kesempatan kepada pemerintah daerah untuk seluas-luasnya mengelola pendidikan sebaik mungkin. Secara eksplisit kewenangan dan alokasi dana pendidikan ini disebutkan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 29: “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Realisasi dari UU ini tentunya mengarah pada tanggung jawab pemerintah daerah yang semakin meningkat dan semakin luas, termasuk dalam manajemen pendidikan. Pemerintah daerah dengan legitimasi UU ini diharapkan senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan; sejak mulai tahap perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada tingkat pengawasan di daerah masing-masing sejalan dengan kebijakan pendidikan nasional. Pengaturan otonomi daerah dalam bidang pendidikan secara tegas dinyatakan dalam PP Nomor 25 Tahun 2000 yang mengatur tentang pembagian kewenangan pemerintah pusat dan provinsi. Semua urusan pendidikan di luar kewenangan pemerintah pusat dan provinsi tersebut sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota.

B.           Perjalanan Kebijakan Pendidikan
Perjalanan pendidikan nasional yang panjang mencapai suatu masa yang demokratis, kalau tidak dapat disebut liberal, ketika pada saat ini otonomisasi pendidikan melalui berbagai instrumen kebijakan, mulai UU No. 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “privatisasi” perguruan tinggi negeri –dengan status baru yaitu Badan Hukum Milik Negara (BHMN) melalui PP No. 60 tahun 2000, sampai UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang mengatur konsep, sistem dan pola pendidikan, pembiayaan pendidikan, juga kewenangan di sektor pendidikan yang digariskan bagi pusat maupun daerah. Dalam konteks ini pula, pendidikan berusaha dikembalikan untuk melahirkan insan-insan akademis dan intelektual yang diharapkan dapat membangun bangsa secara demokratis, bukan menghancurkan bangsa dengan budaya-budaya korupsi kolusi dan nepotisme, dimana peran pendidikan (agama, moral dan kenegaraan) yang didapat dibangku sekolah dengan tidak semestinya.
Dalam kondisi yang demikian, mungkin benar ungkapan yang mengatakan “negeri ini dihancurkan oleh kaum intelektualnya sendiri”. Apa sebab, karena pendidikan nasional selama ini bertekuk lutut kepada kepentingan penguasa. Pendidik, yaitu guru dan dosen yang tidak mengikuti sistem akan terlibas, sehingga murid yang kelak akan menjadi pemimpin negeri ini mendapatkan pendidikan yang tidak bermutu. Pendidikan disequillibrum antara pendidikan moral dan agama dengan sains. Perilaku yang dibentuk generasi “pendidikan otoriter” demikian banyak melahirkan pribadi yang terbelah tak seimbang, mengutip Abidin (2000), pendidikan seperti ini "too much science too little faith", lebih banyak ilmu dengan tipisnya kepercayaan keyakinan agama.
Desentralisasi pendidikan, merupakan salah satu cara di masa “pendidikan otoriter” tidak lagi dianut, alias masa pendidikan di era otonomi daerah. Era yang dimulai secara formal melalui produk kebijakan otonomi pendidikan perguruan tinggi, kebijakan desentralisasi pendidikan yang mengacu pada UU No. 22 tahun 1999 dan No. 25 tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 dan No. 33 tahun 2004 dimana dapat ditangkap prinsip-prinsip dan arah baru dalam pengelolaan sektor pendidikan dengan mengacu pada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dimana implikasi otonomi daerah bagi sektor pendidikan sangat tergantung pada pembagian kewewenangan di bidang pendidikan yang akan ditangani pemerintah pusat dan pemerintah daerah disisi lain. Lalu sebuah sistem pendidikan nasional yang disahkan melalui UU Sisdiknas dimana beberapa muatan dalam kebijakan ini secara tidak langsung mencoba melakukan perbaikan mutu pendidikan.

C.           Demokratisasi dan Desentralisasi Pendidikan
Telah disebutkan dimuka bahwa pendidikan, dalam bahasa lain, mereformasi dirinya sendiri sesuai tuntutan demokratisasi dan dan terutama perbaikan institusi-institusi pencetak aset-aset masa depan bangsa ini agar tidak seperti pendahulunya. Konsep desentralisasi yang diusung pemerintah dan didukung berbagai elemen demokrasi di negeri ini melahirkan berbagai kebijakan yang memiliki implikasi positif terhadap pendidikan nasional. Demokratisasi pendidikan terkait dengan beberapa masalah utama, antara lain desentralisasi pendidikan melalui perangkat kebijakan pemerintah yaitu Undang-undang yang mengatut tentang pendidikan di negara kita.
Namun perlu diketahui bahwa menurut Alisjahbana (2000), mengacu pada Burki et.al. (1999) menyatakan bahwa desentralisasi pendidikan ini secara konseptual dibagi menjadi dua jenis, pertama desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan. Desentralisasi lebih kepada kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah. Konsep pertama berkaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah sebagai bagian demokratisasi. Sedangkan konsep kedua lebih fokus mengenai pemberian kewenangan yang lebih besar kepada manajemen di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikannya.
Dua hal ini mungkin sekali untuk dilaksanakan tergantung situasi kondisinya. Walaupun evaluasi mengisyaratkan belum optimalnya pendidikan Indonesia dibawah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut, yakni masih berkisar pada tataran desentralisasi pendidikan dengan model pertama, yang merupakan bagian dari desentralisasi politik dan fiskal (financing terhadap pendidikan regional), akan tetapi peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut diharapkan juga berlangsung. Untuk itulah partisipasi orangtua, masyarakat, dan guru sangat penting untuk mereformasi pendidikan ini, selain memecahkan masalah finansial melalui langkah-langkah yang di-formulasi pemerintah baik pusat maupun daerah.

D.          Urgensi desentralisasi pendidikan
Reformulasi konsep pendidikan dan rekonstruksi fondasi pendidikan nasional, utamanya menyangkut hak-hak pendidikan masyarakat dan nilai-nilai dasar pendidikan saat ini mutlak untuk dipikirkan (rethinking) dan direaktualisasi. Salah satu konsepnya adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang mulai diimplementasikan pada sekolah-sekolah dasar dan menengah dibeberapa provinsi di Indonesia, mungkin juga konsep pendidikan “masyarakat belajar” bagi masyarakat akademis seperti digagas Murbandono Hs (1999) yang menurutnya bukanlah utopia. Dengan demikian dalam konteks ini, kebijakan otonomi daerah (melalui diterbitkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004) dan desentralisasi pendidikan dalam rangka perbaikan pendidikan ini sangat perlu dan mendesak.



























BAB III
PENUTUP


Keran demokrasi dan demokratisasi begitu terbuka dan membahana pada masa reformasi sekarang ini. Maka dari itu pula, reformasi pendidikan mutlak bagi bangsa ini dan dapat segera diwujudkan menyusul semakin pentingnya sektor pendidikan dijadikan prioritas utama pembangunan, dimana pembiayaan dan kewenangan menjadi fokus utama dalam reformasi pendidikan tekait dengan desentralisasi pendidikan di era otonomi daerah saat ini. Diantara berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pasca orde baru (orde reformasi), adalah kebijakan di bidang pendidikan yangmenentukan kiprah bangsa ini di masa depan. Niscaya, sumber daya manusia yang unggul akan dibentuk melalui sistem pendidikan yang merupakan kapital sosial bagi pembentuk generasi masa depan. Diharapkan, tidak hanya pemerintah yang “memikirkan” konsep dan sistem pendidikan yang ideal, tetapi merupakan tanggung jawab bersama. Dalam konsepsi perikehidupan berbangsa dan bernegarayang menuju kearah civil society sekarang ini, era reformasi dan otonomi daerah seakan angin segar sekaligus kesempatan besar dalam reformasi di segala bidang untuk kemajuan bangsa. Sekali lagi, pendidikan merupakan kunci bangsa untuk eksis dan bersaing di kancah global di masa depan. Pengalaman negara-negara barat yang bermasyarakat dengan tingkat pendidikan dan penguasaan teknologi yang tinggi membawa bangsanya pada kedudukan yang tinggi pula pada percaturan internasional. Kedaulatan dan keunggulan yang kompetitif di masa depan bukan milik suatu bangsa atau negara, melainkan hak semua bangsa di dunia dan mampu diraih bangsa manapun, termasuk kita jika berbenah diri dari sekarang.






DAFTAR PUSTAKA


Alisjahbana, Armida S. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan, Bandung : FE Universitas Padjadjaran, 2000
Budiono, “Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Pendidikan”, Jakarta: Pusat Penelitian Sains dan Teknologi, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1998
Burki, Shahid j., Guillermo E. Perry dan William E. Dillinger, “Beyond the Center: Decentralizing the State, Washington DC: World Bank, 1999
Ki Supriyoko, “Rekonstruksi Landasan Pendidikan Nasional”, dalam Masyarakat Versus Negara: Paradigma Baru Membatasi Dominasi Negara, Jakarta: Penerbit KOMPAS, 1999
Patrinos, Harry A. dan David L. Ariasingam, “Decentralization of Education: Demand-Side Financing”, Washington DC: World Bank, 1997
Republik Indonesia, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Oktober
-----------------------, UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Oktober
Suryadi, Karim, “Demokratisasi Pendidikan Demokrasi”, dalam Masyarakat Versus Negara: Paradigma Baru Membatasi Dominasi Negara, Jakarta: Penerbit KOMPAS, 1999

Makalah Kewirausahaan: Karakteristik pengusaha


BAB I
PENDAHULUAN

A.              Latar Belakang
Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik, dan banyak pula orang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih mantap jiks ditunjang oleh wirausahawan karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Sebelum berwirausaha, calon pengusaha harus banyak belajar dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kewirausahaan. Selain itu, pengusaha harus memiliki karakteristik khusus supaya menjadi pengusaha yang tangguh dan sukses. Untuk membahas karakteristik pengusaha secara jelas akan dibahas pada bab selanjutnya.

B.              Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimanakah karakteristik yang harus dimilki oleh seorang pengusaha?

C.              Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui karakteristik-karakteristik pengusha.









BAB II
KARAKTERISTIK PENGUSAHA


Karakteristik atau sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pengusaha adalah sebagai berikut:
A.                   Jujur
Berdagang atau berbisnis harus dilandasi dengan kejujuran. Apabila orang berbisnis tidak jujur maka tunggulah kehancurannya. Apabila ia jujur, maka ia akan mendapatkan keuntungan dari segala penjuru yang ia tidak duga dari mana datangnya, demikian menurut ajaran agama. Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda: Pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama-sama para Nabi, orang shadiqiin, dan para syuhada. (HR. Tirmidzi dan Hakim)

B.                   Kerja Keras
Berusaha dalam bidang bisnis dan perdagangan adalah usaha kerja keras. Dalam kerja keras itu, tersembunyi kepuasan batin. Kemauan keras (azam) dapat menggerakkan motivasi untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Orang atau bangsa yang berhasil ialah yang mau bekerja keras, tahan menderita, dan berjuang memperbaiki nasibnya. Menurut Murphy dan Peck yang dikutip oleh Buchari Alma  (2004: 196), guna mencapai sukses karir seseorang, harus dimulai dengan kerja keras. Setelah itu diikuti dengan mencapai tujuan dengan orang lain, penampilan yang baik, keyakina diri, membuat keputusan, pendidikan, dorongan ambisi, dan pintar berkomunikasi.
Sebagai seorang Muslim, banyak ajaran agama yang mengharuskan kita untuk bekerja keras. Dan sudah dicontohkan dan diaplikasikan oleh nabi Muhammad SAW.


C.                   Optimis
Seorang manusia tanpa memiliki sikap optimis bahwa ia akan menjadi sukses, bahagia, sejahtera dan hidup berkecukupan maka tidak bisa dibayangkan bahwa ia akan benar-benar menjadi apa yang ia bayangkan saat itu juga. Tentunya sikap optimis tersebut dibarengi dengan usaha yang maksimal. Betapa banyak para wirausahawan yang bermodal dari nol bahkan disaat ia belum menjadi wirausahawan sukses, tidak terpikirkan apalagi terbayangkan bahwa orang itu akan menjadi sukses. Namun karena optimis yang tinggi semua itu berbalik180 derajat dari kondisi awalnya.

D.                   Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif merupakan suatu proses yang diperlukan oleh seseorang yang ingin berhasil dalam menjalankan usaha. Berpikir kreatif merupakan suatu proses yang menggunakan perpaduan kemampuan otak kiri dan otak kanan yang didominasi oleh otak kanan yang merupakan pusat berpikir imaginatif, abstrak dan kreatif.
Setiap orang, setiap manusia memiliki bakat untuk berpikir kreatif. Namun ada orang yang lebih berbakat dan ada orang yang kurang berbakat.
Apabila seseorang melatih kraetifitas secara baik maka kreatifitasnya dapat semakin tumbuh dan berkembang, sebaliknya bila tidak maka akan tenggelam.
Kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya :
1.               Baru (novel) : innovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, mengejutkan.
2.               Berguna (useful): lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik/banyak.
3.               Dapat dimengerti (understandable) hasil yang sama dapat dimengerti dan dibuat  di lain waktu.  
Ciri-ciri orang kreatif adalah:
1.               Mengobservasikan situasi dan masalah-masalah yang sebelumnya diperhatikan orang lain.
2.               Membangkitkan ide-ide dan masalah-masalah yang dicapainya dari banyak sumber.
3.               Cenderung memiliki banyak alternatif terhadap masalah atau subjek tertentu.
4.               Seringkali menentang hal-hal yang bersifat klise dan ia tidak terhalang oleh kebiasaan-kebiasaan (yang kadang-kadang menghambat berpikir kreatif).
5.               Mendayagunakan serta menimba dari kekuatan-kekuatan emosional di bawah sadar yang dimilikinya.
6.               Memiliki fleksibilitas tinggi dalam pemikirannya, tindakan-tindakannya serta perumusan saran-saran.
Inovasi juga diperlukan dalam mengembangkan suatu produk atau jasa yang akan dipasarkan kepada target customer yang diharapkan. Inovasi merupakan buah pemikiran seseorang yang berhasil keluar dari jalur yang biasa dilakukan oleh orang kebanyakan. Inovasi merupakan salah satu bentuk kreatifitas. Kreatifitas merupakan salah satu syarat mutlak yang harus ada pada seseorang yang ingin sukses usaha atau mempertahankan usahanya.
Hambatan-hambatan munculnya kreatifitas adalah:
1.               Mencari satu-satunya jawaban yang tepat.
2.               Memusatkan upaya supaya terkesan “logis” atau logical.
3.               Mengikuti peraturan-peraturan secara harfiah.
4.               Terus-menerus bersikap partical.
5.               Memandang kegiatan bermain sebagai hal yang patut dikecam.
6.               Menjadi seorang specialis yang terlampau berlebihan.
7.               Menghindari timbulnya ambiguitas.
8.               Perasaan takut dianggap bodoh.
9.               Hambatan yang dibuat sendiri.
10.            Hambatan kelaziman / kebiasaan.
11.            Ide terlalu cepat dievaluasi.
Ciri-ciri orang yang kreatif adalah:
1.               Memiliki pengetahuan luwes (flexibility cognitive), mampu melahirkan gagasan yang berlainan.
2.               Memiliki sikap terbuka, selalu mencari, sehingga memiliki minat yang beragam dan luas terhadap hal baru.
3.               Sikap bebas, selalu ingin berkreasi sendiri, tidak senang hanya mengikuti orang lain saja.
4.               Percaya diri atas kemampuan yang dimilikinya, kemampuan kuat untuk mencoba sesuatu, tidak mudah putus asa dan tidak mau terlibat dengan batasan-batasan yang baku.
5.               Memperluas asosiasi pikiran/memperkuat daya imajinasi (berpikir bebas, tidak ada ikatan).
6.               Memperbanyak ide alternatif pemecahan masalah.
7.               Cross fertilize (semakin banyak yang ikut berpikir, akan semakin banyak ide yang muncul).
8.               Divergen (menyebar).
9.               Bersifat induksi.
10.            Mendahulukan kuantitas daripada kualitas.
11.            Crazy ide.
12.            Berani mengambil resiko.
Keberhasilah yang diraih oleh para pengusaha yang sukses disebabkan oleh keuletan dan keberanian dalam menjalankan usaha.  Selain keuletan dan keberanian umumnya orang-orang yang sukses adalah orang-orang yang memiliki kreativitas tinggi, memiliki kemampuan untuk menggerakkan orang, pengambil resiko, percaya diri.

E.                   Percaya Diri
Percaya diri merupakan paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan, yang bersifat internal, sangat relatif dan dinamis, dan banyak ditentukan oleh kemampuannya untuk memulai, melaksanakan, dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Kepercayaan diri akan mempebgaruhi gagasan, karsa, inisiatif, kreativitas, keberanian, ketekunan, semangat kerja, dan kegairahan berkarya. M. Hamdani (2010: 54) menyebutkan bahwa kunci keberhasilan dalam bisnis adalah untuk memahami diri sendiri. Oleh karena itu, wirausaha yang sukses adalah wirausaha yang mendiri dan percaya diri.
Meluncurkan bisnis baru adalah perjuangan dan tanpa kepercayaan diri dan kemampuan untuk melihat situasi, maka akan mudah hancur. Karyawan merefleksikan moral pengusaha dan jika mereka merasa Anda tidak jujur atau tidak aman, mereka akan menjadi gelisah dan tidak ada motivasi. Anda harus belajar menyimpan ketakutan dan kecemasan dalam hati dan merefkeksikannya secara personal. Dihadapan publik, Anda harus menjadi figur yang tenang dan percaya diri.

F.                    Prestatif
Untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang prestatif yang diharapkan mampu bersaing serta mampu bertahan dalam segala kondisi , maka diperlukan sumber daya manusia yang dilengkapi /dibekali dengan :
1. Penguasaan diri dalam bentuk penuh inisiatif dan dapat dipercaya, prestatif, dapat menemukan dan memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat.
2. Terampil dalam memanfaatkan kesempatan, dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi perubahan keadaan yang cepat berubah-ubah.
3. Dapat menghargai perbedaan , kerja tim yang kompak , memiliki tenggang rasa, peka dalam berkomunikasi secara efektif.
Menurut Larry farel, untuk maju (prestatif) seorang pengusaha harus memiliki motivasi yang tinggi, inovatif, dan memiliki ambisi untuk maju /berkembang. Ini saja tentu tidak cukup. Syarat lain untuk maju (prestatif) antara lain :
a.               Memiliki komitmen dan tanggung jawab yang tinggi terhadap karier/pekerjaan.
b.               Memiliki ambisi yang kuat untuk mencapai hasil/prestasi yang lebih baik.
c.               Bersemangat terhadap masukan dari berbagai pihak.
d.               Memiliki motivasi yang kuat untuk menjadi superior.
e.               Memiliki orientasi ke masa depan.
Ciri khusus perilaku kerja prestatif ialah selalu ingin maju disegala bidang. Dengan demikian orang yang berperilaku kerja prestatif akan memancarkan sifat yang terpuji, mencintai pekerjaaannya, selalu ingin maju, mau belajar banyak serta mempunyai kenyakinan yang kuat akan keberhasilan usahanya.
Jika orang cinta terhadap pekerjaan, ia akan terdorong untuk senang bekerja. Orang yang senang bekerja tak akan membuang-buang waktu. Orang yang tidak membuang-buang waktu akan lebih sukses dalam usaha. Orang yang sukses dalam usaha pada umumnya akan terus melakukan investasi baru untuk mendiversifikasi usahanya.
Menurut Stephen Covey dalam bukunya Fisrt Thing’s, ada empat sisi potensial yang dimiliki manusia untuk maju, yaitu :
1. Self awareness atau sikap mawas diri.
2. Conscience atau mempertajam suara hati.
3. Independent will atau pandangan independent untuk bakal bertindak.
4. Creative imagination atau berfikir mengarah ke depan untuk memecahkan masalah dengan imajinasi serta adaptasi yang tepat.

G.                   Dermawan
Dermawan merupakan sikap peduli terhadap sesama, suka menolong terhadap yang membutuhkan. Dalam ajaran Islam sikap ini bisa dalam bentuk zakat dan infaq.  Harta yang dikelola dala bidang bisnis, laba yang diperoleh, harus disisihkan sebagian untuk membantu anggota masyarakat yang membutuhkan. Dalam ajaran Islam sudah jelas bahwa harta yang dizakatkan dan diinfaqkan tidak akan hilang, melainkan menjadi tabungan kita yang berlipat ganda baik di dunia maupun di akhirat. Al-Qur’an menyatakan: Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.(Q.S. at-Thalaq:2-3).
Selain karakteristik-karakteristik yang telah disebutkan di atas, menurut Ilaham Buchori (2008) yang termasuk karakteristik pengusaha, antara lain: loyalitas kerja tinggi, komitmen yang kuat, peduli sesama, mandiri, dan tanggung jawab.














BAB III
KESIMPULAN


Uang bukanlah segalanya atau modal utama yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha, tetapi karakter atau sifat-sifat seperti kejujuran, kerja keras dan yang lainnya yang telah dibahas pada bab sebelumnya merupakan modal yang utama dan berharga untuk mencapai kesuksesan dalam berwirausaha.

cara daftar member di website netira

CARA MENJADI MEMBER DI WEB RESMI SMPN 3 RAJADESA 1.   MASUK KE www.smpn3rajadesa.sch.id .2.   Pilih menu Daftar   3.  ...